MERDEKA BELAJAR


 


 
 
Untuk mewujudkan peningkatan kualitas pendidikan dan manajemen talenta, Kemendikbud mengembangkan rangkaian kebijakan Merdeka Belajar pada tahun 2019. Kebijakan ini dicetuskan sebagai langkah awal melakukan lompatan di bidang pendidikan. Tujuannya adalah mengubah pola pikir publik dan pemangku kepentingan pendidikan menjadi komunitas penggerak pendidikan. 

Filosofi “Merdeka Belajar” disarikan dari asas penciptaan manusia yang merdeka memilih jalan hidupnya dengan bekal akal, hati, dan jasad sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan demikian, merdeka belajar dimaknai kemerdekaan belajar yang memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar senyaman mungkin dalam suasana bahagia tanpa adanya rasa tertekan. 

Merdeka Belajar yang merupakan kebebasan berpikir dan kebebasan berinovasi. Esensi utama kemerdekaan berpikir, yaitu berada pada pendidik. Tanpa terjadi pada pendidik, maka tidak mungkin terjadi pada murid. Selama ini,murid belajar di dalam kelas, di tahun-tahun mendatang murid dapat belajar di luar kelas atau outing classsehingga murid dapat berdikusi dengan guru tidak hanya mendengarkan ceramah dari guru, namun mendorong siswa menjadi lebih berani tampil di depan umum, cerdik dalam bergaul, kreatif,dan inovatif. 

Merdeka belajar memfokuskan pada kebebasan untuk belajar dengan mandiri dan kreatif. Guru juga diharapkan menjadi penggerak untuk mengambil tindakan yang muaranya memberikan hal yang terbaik untuk peserta didik, serta guru diharapkan mengutamakan murid diatas kepentingan karirnya. 

Selama ini,sistem pengajaran masih mengandalkan guru yang berceramah di depan kelas, sehingga sering menimbulkan kejenuhan. Selain itu,sistem pendidikan di Indonesia masih mengandalkan ranking, hal tersebut akan menimbulkan jarak antara siswa yang pandai dengan biasa saja. Tidaksampai di situ saja,kadang orang tua juga merasa terbebani jika anaknya tidak mendapatkan rangking. Adanya konsep gerakan merdeka belajar ini akan mendorong sistem pendidikan di Indonesia menjadi lebih menyenangkan dan siswa tidak terbebani dengan sistemnilai ataupun rangking. Harapan dengan diterapkannya merdeka belajar dapat membentuk pelajar yang berbudi luhur, kompeten,dan siap untuk terjun di masyarakat sesuai dengan bidangnya.

Adapun kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terkait dengan merdeka belajar sebagai berikut.

  1. Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan digantikan oleh asesmen yang diselenggarakan oleh sekolah, dapat dilakukan dengan bentuk ujian tes tertulis atau bentuk penilaian lain yang lebih komprensif seperti fortofolio dan penugasan (tugas kelompok, atau karya tulis. Sehingga guru dan sekolah lebih merdeka dalam menilai hasil belajar.
  2. Ujian Nasional (UN) akan diubah menjadi assesmen kompentensi minimum dan survei karakteryang terdiri dari aspekliterasi, yaitu kemampuan bernalar tentang dan menggunakan bahasa. Numerasi, yaitu Kemampuan bernalar menggunakan matematika. Karakter, yaitu misalnya pembelajar, gotongroyong, kebhinekaan, dan perundungan. Hal tersebut dilakukan pada siswa yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4,8,11) sehingga mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran ke jenjang selanjutnya. Sistem tersebut mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS.
  3. Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Menurut Nadiem Makarim, RPP cukup dibuat satu halaman saja. Melalui penyederhanaan administrasi, diharapkan guru memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran.
  4. Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), sistem zonasi diperluas (tidak termasuk daerah 3T. Bagi peserta didik yang melalui jalur afirmasi dan prestasi, diberikan kesempatan yang lebih banyak dari sistem PPDB. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi. Pemerataan akses dan kualitas pendidikan perlu diiringi dengan inisiatif lainnya oleh pemerintah daerah, seperti redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru. 
Keempat kebijakan tersebut tentu saja belum cukup untuk menghasilkan manusia unggul melalui pendidikan. Hal krusial yang mendasar untuk segera dilakukan adalah mewujudkan tersedianya guru Indonesia yang berdaya dan memberdayakan.