SELAMAT DATANG ASESMEN NASIONAL


 



Ujian Nasional (UN) resmi tinggal kenangan. Ada sejumlah poin penting tentang penghapusan Ujian Nasional yang perlu diketahui siswa, orang tua, hingga guru. UN ditiadakan setelah Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim mengeluarkan Surat Edaran Menteri No. 1 Tahun 2021 tentang Peniadaan Ujian Nasional dan Ujian Kesetaraan. Pergantian Ujian Nasional menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Asesmen Kompetensi Minimum tidak lagi berdasarkan mata pelajaran melainkan literasi dan numerasi.


Literasi yang dimaksud adalah kemampuan menganalisis suatu bacaan serta kemampuan untuk mengerti atau memahami konsep di balik tulisan tersebut. Sedangkan numerasi adalah kemampuan menganalisis menggunakan angka. Selain itu, ada pula Survei Karakter yang menekankan pada penguatan pendidikan karakter. Karena tak diterapkan di jenjang akhir sekolah, nilai Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter tak bisa jadi dasar seleksi. Siswa tak bisa menggunakan nilai ini untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi, seperti misalnya untuk syarat masuk Perguruan Tinggi.


Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter tidak lagi dilakukan di akhir jenjang sekolah seperti Ujian Nasional melainkan di tengah jenjang. Itu berarti mulai 2021, asesmen ini diadakan saat kelas 4 SD dan bukan kelas 6 SD, kelas 8 SMP dan bukan kelas 9 SMP, juga kelas 11 SMA bukan kelas 12 SMA.

Alasannya, ujian di tengah jenjang memungkinkan pihak pendidik punya waktu untuk memperbaiki kualitas siswa sebelum lulus dalam suatu jenjang, entah itu lulus SD, lulus SMP, atau lulus SMA. Perbaikan berdasarkan hasil asesmen dan survei tak akan bisa dilakukan bila hasilnya baru diketahui di akhir jenjang pendidikan.

Untuk mengukur tingkat keberhasilan mutu pendidikan berskala nasional, tentu diperlukan sebuah alat ukur penilaian. Dahulu, alat ukur yang digunakan adalah UN

Selama ini, sejarah perjalanan Ujian Nasional cukup panjang. Terhitung sudah 6 (enam) kali berganti nama, mulai dari Ujian Penghabisan, Ujian Negara, Ujian Sekolah, Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional, Ujian Akhir Negara, dan Ujian Nasional.

Semuanya memiliki misi yang sama, yakni untuk mengevaluasi. Akan tetapi, di tahun 2021 evaluasi sistem pendidikan bukan lagi menggunakan UN, melainkan AN (Asesmen Nasional)AN juga bertujuan untuk mengevaluasi, namun tentunya AN sangat berbeda dengan UN. 

Sejak dari dulu, sistem evaluasi pendidikan dalam Ujian Nasional hanya mengukur hasil individu setiap peserta didik. Hal yang terjadi adalah seolah-olah segalanya dibebankan kepada peserta didik sehingga mereka bekerja lebih keras supaya mendapatkan hasil yang terbaik. Padahal sebenarnya ini adalah tugas sekolah untuk mendidik siswanya.

 

Berbeda dengan UN yang menilai hasil individu siswa, AN tidak lagi mengevaluasi hasil belajar murid, tetapi lebih mengevaluasi sistem pendidikan. Oleh karena itu, hanya sebagian siswa yang akan mengikuti AKM (Asesmen Kompetensi Minimum). Siswa yang ikut juga dipilih secara acak sehingga dapat merepresentasikan seperti apa sistem pendidikan di sekolah tersebut.

Sejatinya kualitas sistem pendidikan tidak serta-merta dilihat dari output-nya saja. Kita juga harus melihat secara komprehensif bagaimana proses pembelajaran dilakukan di satuan pendidikan. Selain itu, karakter peserta didik dan lingkungan sekolah juga tentu akan memengaruhi hasil belajar.

 

Hal tersebutlah yang tidak terdapat di UN. Ujian Nasional hanya menguji kemampuan kognitif dari peserta didik. Selain AKM untuk menguji kemampuan kognitif, di dalam AN juga terdapat Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar yang termasuk ke dalam proses pembelajaran peserta didik. Ketiganya dipadukan agar dapat memotret sistem pendidikan di sekolah.

Dahulu, hasil dari UN seolah-olah merupakan tanggung jawab dari guru mata pelajaran tertentu. Namun, di dalam AN yang diukur bukan lagi kemampuan mata pelajaran khusus, melainkan kompetensi mendasar seperti literasi dan numerasi yang dapat diajarkan oleh seluruh guru mata pelajaran.

 

Karakter siswa pun kini bukan lagi tanggung jawab guru mata pelajaran PKN dan agama. Seluruh guru juga bertanggung jawab dalam membentuk karakter siswanya.

Dari sisi lingkungan, tidak hanya guru dan kepala sekolah saja yang mengemban tanggung jawab. Seluruh warga sekolah pun juga bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi siswanya.

Itulah tadi tiga perbedaan mendasar antara AN dengan UN. Pada intinya, seluruh elemen sekolah harus saling bersinergi dan bekerja sama untuk mengikuti AN ini karena apa yang dihasilkan dari rapor Asesmen Nasional ini merupakan tanggung jawab semua warga sekolah, bukan lagi tanggung jawab guru mata pelajaran tertentu atau para siswanya saja.

 Berikut Linimasa ANBK (sumber POS ANBK 2021)


 Cat : #Diramu dari berbagai sumber